Selasa, 26 Februari 2013

Baik-Baik Di Sana Ya, Dek... (Serangkum Kisah Tentang Dek Cahyo)

Cahyo Adi Nugroho adalah nama adikku yang kedua. Berperawakan sedang, berkulit coklat dan sering bergaya dengan model rambut cepak. Ia dilahirkan di RSUP Dr. Sardjito pada tanggal 23 Maret 1993. Dalam keluarga kami, ia biasa dipanggil Dek Yo'. 

Ia merupakan anak yang gemar sepakbola. Hampir setiap sore atau sepulang sekolah, ia selalu meluangkan waktu bermain bola bersama teman-temannya. Karena sikapnya yang ramah dan "ngemong", teman-temannya selalu merasa nyaman bermain bersamanya.

Di rumah, Dek Yo' mendirikan museum yang berisi mainan-mainan lamanya, alat olahraga yang sudah tak terpakai dan buku-buku bekas yang sering ia beli bersama bapak di shoping (sentral yang menjual buku bekas dan buku murah di Yogyakarta). Tempat yang digunakan untuk mendirikan museumnya adalah sebuah kamar yang terletak di bagian belakang rumah yang biasa bapak gunakan untuk gudang. Dek Yo' berhasil menyulap gudang itu menjadi museum yang tertata rapi. 

Dalam hal prestasi sekolah, adikku ini juga merupakan jagonya. Meskipun hari-harinya dipenuhi dengan bermain sepakbola, namun peringkat tiga besar tidak pernah ia lepaskan. Selalu saja ada angka-angka cantik dalam hasil belajarnya. Ahhh...adikku yang satu ini memang mebanggakan. ^_^

Namun tiba-tiba di tahun 2003 Dek Yo' mengalami sakit kepala hebat yang mengharuskan ia menjalani MRI (semacam scan otak) di rumah sakit. Ternyata di dalam kepalanya terdeteksi adanya gumpalan daging di otak kecil yang diduga tumor.

Benar saja, setelah menjalani beberapa tahapan pemeriksaan, Dek Yo' divonis mengalami tumor otak dan harus menjalani tahap operasi. Dokter menyarankan untuk menjalani 2x operasi. Operasi pemasangan selang dalam tubuh dan operasi pengangkatan tumor. Kami benar-benar dibuat shock kala itu. Selain membutuhkan biaya mahal, pembedahan kepala juga mengandung risiko tinggi berupa kematian.

Ibuk yang kala itu sedang mengurus beasiswanya ke Belanda, secara mendadak mengundurkan diri demi merawat Dek Yo'. Keluarga kami benar-benar tergoncang dihadapi hal pelik seperti ini. Akhirnya setelah berunding dan meminta petunjuk dari Allah kami sepakat untuk menyetujui pembedahan kepala Dek Yo'. Satu harap kami, semoga hal ini terhitung sebagai ikhtiar kami untuk kesembuhan Dek Yo'.

Pembedahanpun dilakukan. Rambut di kepala Dek Yo' dicukur habis tak tersisa. Aku, Bimo, Bapak, Ibuk dan seluruh keluarga besar bersama-sama mengucap doa demi kelancaran operasi Dek Yo'. Sesekali airmata ini menetes mengingat keadaan Dek Yo'. Tapi syukurlah, kami masih bisa menata emosi hingga tak terjadi luapan kesedihan.

Alhamdulillah operasi pertama berhasil. Dokter masih mengharuskan Dek Yo' untuk opname di rumah sakit untuk beberapa hari. Jujur saja selama Dek Yo' dirawat di rumah sakit, aku hanya satu kali menjenguknya. Aku benar-benar tidak tega melihat keadaan adikku seperti itu. Aku takut kalau-kalau terjadi banjir airmata.

Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, akhirnya Dek Yo' diperbolehkan pulang. Tubuhnya tampak kurus dan lemas. Bicaranyapun belum lancar. Awalnya kuanggap hal itu merupakan efek sementara dari pembedahan kepalanya. Namun ternyata (setelah mendengar penjelasan dari ibuk) hal itu akan melekat erat dalam diri Dek Yo'. Yaaa...setelah dijelaskan dan membaca beberapa tulisan terkait pembedahan kepala, ternyata Dek Yo' akan mengalami beberapa kemunduran yaitu keunduran kognitif, kemunduran psikomotorik dan kemunduran sosial. Hfffttt...lemas sekali aku mendengarnya. -_-

Hari demi hari kulalui dengan bersekolah dan merawat Dek Yo'. Menyuapinya makan, menggandengnya untuk ke kamar mandi, mengajarinya berbicara dan mengaji serta mengajaknya bermain dengan permainan ringan. Dek Yo' benar-benar menjadi seperti bayi usia 1 tahun yang sedang belajar mengeksplorasi segala hal. Lelah? Tentu saja. Namun kami sekeluarga sudah berprinsip menjadikan ini sebagai ibadah. Oleh karenanya kami saling membantu untuk merawat Dek Yo' hingga tiba malaikat maut menjemputnya.

Pernah suatu ketika, setelah sekian lama tidak menginjakkan kaki di sekolahnya selama sakit, ia meminta bapak untuk mengantarnya ke sekolah. Saat mulai sakit, Dek Yo' sudah duduk di bangku kelas 5 SD. Sesampainya di sekolah, ia menggandeng erat tangan bapak sambil tergopoh-gopoh memasuki ruang kelas. Selama sakitnya, adikku ini memang tidak manja. Ia memilih untuk digandeng atau berpegangan sisi dinding daripada memakai kursi roda. Sontak pada saat Dek Yo' memasuki ruang kelas, bu guru dan seluruh teman-teman Dek Yo' berteriak histeris dan bahkan tak sedikit yang menangis menyaksikan seorang Cahyo Adi Nugroho yang dulunya terkenal aktif dan penyayang, kini harus berjalan dengan cara dipapah.

Hari itu tepatnya malam hari di bulan januari tahun 2004 (aku lupa tanggal berapa) seusai mengaji bersama ibuk, tiba-tiba Dek Yo' tertidur lelap sekali. Ibuk yang selalu  mengelus-elus tubuh Dek Yo' merasa ada yang ganjil. Tubuh Dek Yo' terasa dingin sekali malam itu. Anehnya lagi tidak ada respon gerak ketika saat ibuk menggoyang-goyangkan tubuh Dek Yo'. Segera saja bapak meminta tolong Pak Bambang, tetangga terdekat rumah untuk membawa Dek Yo' ke rumah sakit. Dan benar ternyata Dek Yo' mengalami koma dan harus masuk ke ruang intensif atau yang biasa disebut dengan ICCU. Bapak dan ibuk hanya diperbolehkan menunggu di luar ruangan.

Aku dan Bimo tak henti-hentinya memanjatkan doa untuk kesembuhan Dek Yo' hingga kamipun tertidur lelap. Pagi harinya setelah ditelpon oleh bapak bahwa Dek Yo' sudah memberikan sedikit respon gerak, aku dan Bimo dengan tenang berangkat ke sekolah. Sambil mengayuh sepeda ke sekolah, aku tetap memanjatkan doa untuk kesembuhan adikku. Dan aku juga yakin bahwa Bimo juga pasti memanjatkan doa yang sama. Waktu itu aku kelas 1 SMA dan Bimo kelas 1 SMP.

Tepat pukul 09.00 WIB saat aku sedang mengikuti pelajaran di kelas, tiba-tiba salah seorang guru memanggil dan mengajakku ke ruang guru. Rupanya sudah ada Mas Toro, tetangga yang sudah kuanggap sebagai kakakku. Aku segera diajaknya pulang. Perasaan heran dan khawatir berkecamuk dalam diriku. Aku sudah menduga pasti Dek Yo' meninggal. Benar saja, sesampainya di rumah, tenda dan kursi-kursi sudah tertata rapi. Dengan lembut, Mas Toro memberitahuku bahwa Dek Yo' telah meninggal dunia dan kini jenazahnya sedang dalam perjalanan menuju ke rumah. Saat itu ternyata Bimo juga sudah di rumah, dijemput oleh Om Nono tetanggaku depan rumah. Dalam sekejap tangis kami langsung meledak. Aku dan Bimo benar-benar merasa kehilangan saat itu.

Tibalah jenazah Dek Yo' dirumah didampingi bapak dan ibuk. Tangis kami semakin menjadi-jadi. Namun melihat ketabahan dan kesabaran bapak dan ibuk, kami mencoba meredam tangisan kami. Bapak dan ibuk benar-benar patut dijadikan panutan akan kesabaran dan keikhlasannya merelakan putranya yang pergi terlebih dahulu.

Dalam usianya yang baru 10 tahun dan belum memasuki masa baligh, adikku Cahyo Adi Nugroho telah berpulang terlebih dahulu ke Rahmatullah. Kini ia dimakamkan di Pemakaman Gunung Sepikul, Pandak Bantul bersebalahan dengan makam Mbah Kakung (Ayah dari Ibuk).

Sungguh, Mbak Mita, Mas Bimo, Bapak dan Ibuk benar-benar mencintai dan menyayangimu, Dek Yo'. Namun sayang dan cinta Allah melebihi sayang dan cinta kita kepadamu. Maaf jika dulu Mbak Mita sering gemas dan mencubitmu, maaf kalau Mbak Mita pernah marah kepadamu dan maaf kalau Mbak Mita ada kesalahan dalam merawatmu. At least...We love you so much,brother. Semoga kau tenang di alam sana, Dek. Semoga Allah menempatkanmu di tempat terindah. Dan semoga kelak engkau dapat menjemput kami di surga Allah. 

Dengan alunan rindu dan tetesan airmata, Insya Allah kami akan terus mendoakanmu, Dek. Baik-baik ya disana. Jadilah cahaya bagi kami untuk menemukan jalan ke surga. I love you and I miss you so much, dek. Cium dan peluk sayang dari Mbak Mita, Mas Bimo, Bapak da Ibuk... :* :* :*




Foto saat kami masih berlima (Dek Yo' berbaju kuning)








Tidak ada komentar:

Posting Komentar