Kamis, 21 Februari 2013

Ibuk

Ibuk bernama lengkap Titik Mudjiati. Biasa dipanggil Bu Titik di lingkungan kerjanya, Bu Ahmadi (baca: nama bapak) di lingkungan kampung dan Bu Djati di lingkungan keluarga. Dilahirkan 52 tahun silam tepatnya pada tanggal 26 Desember 1960 di Rumah Sakit Mangkulayan Yogyakarta yang kini telah bertransformasi menjadi SMP 16 Yogyakarta.

Ibuk merupakan putri kedua dari 4 bersaudara. Berbadan besar, berkulit kuning langsat, dan berambut panjang selutut yang biasa digelung membulat. Ya, memang salah satu daya tarik dari ibuk adalah rambut panjangnya yang hanya dipotong kurang lebih satu sentimeter tiap bulannya oleh ayahku. Meskipun tidak pernah melakukan perawatan di salon, rambut ibuk terlihat hitam nyaris tanpa uban, tebal dan benar-benar wangi. Rahasianya tidak lain tidak bukan adalah ketlatenannya mengoleskan minyak cem-ceman (baca: minyak yang teramu dari aneka tumbuhan dan bunga) setiap harinya.

Hingga saat ini, di usianya yang ke-52 tahun, ibuk masih menjalankan profesinya sebagai perawat senior di Poliklinik Mata RSUP.Dr.Sardjito Yogyakarta. Sebuah tugas kemanusiaan yang mulia dan semoga selalu diberkahi oleh Allah SWT.

Biasanya seorang wanita karir yang bertugas pada pelayanan publik selalu mengutamakan penampilan yang menarik dengan berdandan rapi dan ber-make up tebal. Namun lain halnya dengan ibuk, belum pernah kulihat ibuk membeli bedak, lipstik, perona pipi ataupun cairan-cairan pembersih wajah yang marak digunakan oleh para wanita. Ibuk memang tidak berdandan sama sekali, tak ada juga satupun perhiasan yang dikenakannya. Pakaian-pakaian yang dipakaipun terlihat sangat sederhana namun rapi dan sopan. Ibuk hanya berdandan sesekali ketika mendapat tugas among tamu dalam pernikahan saudara dan tetangga. Selain itu ibuk benar-benar tidak menyentuh make up sama sekali.

Meskipun begitu, kulit wajah ibu tetap terlihat bersih, mulus dan kuning langsat. Hampir tidak ada satupun jerawat yang muncul pada wajah ibu. Pernah suatu ketika kuajak ibuk ke salon kecantikan. Tujuannya tidak lain tidak bukan agar sekali-sekali ibuk merasakan perawatan di salon. Namun apa yang terjadi? Ibuk tetap memilih duduk di ruang tunggu sambil tersenyum dan berkata, "Koe wae nok sing perawatan. Ibuk nunggu kene wae." Ya sudah, kuturuti saja kemauan ibuk.

Dalam hal cinta, ibuk termasuk orang yang romantis. Meskipun ibuk seorang yang cenderung pendiam namun sering kulihat ibuk melayangkan cubitan dan guyonan mesra ke bapak. Sesekali di sore hari sepulang kerja, ibuk dan bapak berboncengan mesra menaiki sepeda motor shogun butut mereka berkeliling kota Yogya. Di hari libur atau hari minggu pagi, ibuk dan bapak selalu menyempatkan waktu bersepeda berdua melintasi persawahan dan jalan desa. Ahhh...sengguh benar-benar pasangan tua yang romantis.

Itulah ibuk, dalam kesederhanaannya tersimpan berjuta pesona yang jarang ditemui dalam diri orang lain. Menjadi wanita karir tidak lantas meninggalkan pekerjaan utamanya dalam hal beribadah, melayani suami, mendidik kami putra-putrinya dan menjalankan tugas rumah tangga.

Ibuk...semoga Allah selalu memelukmu dalam cinta kasihnya serta membahagiakanmu hingga ke surga. Salam baktiku untukmu wahai ibukku. Peluk dan cium hangat dari putra putrimu. (^.^)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar